A. Pengertian
Hukum Internasional Menurut Pakar
1.
Menurut Hugo
de Groot ( Grotius )
Hukum Internasional adalah hukum yang membahas
kebiasaan-kebiasaan (custom) Yang diikuti Negara pada zamannya.
2.
Menurut J.G
Starke
Hukum Internasional adalah Kumpulan hukum
yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan biasanya ditaati dalam hubungan
antar Negara.
3.
Menurut
Brierly
Hukum Internasional adalah Sekumpulan aturan
dan asas untuk berbuat sesuatu yang mengikat Negara-negara beradab di dalam
hubungan mereka dengan jalan yang lain.
4.
Menurut
Hackwort
Hukum Internasional adalah Sekumpulan aturan
yang mengatur hubungan diantara Negara-negara
5.
Menurut
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum Internasional adalah Keseluruhan kaidah
dan asa yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas Negara, yaitu antara: a. Negara antar
Negara b. Negara dan lembaga atau organisasi internasional
6.
Menurut
Ransisco Suares
Hukum Internasional adalah Hukum yang berlaku
untuk seluruh manusia atas dasar hukum manusia demi kesejahteraan bersama.
7.
Menurut Wirjono
Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang
mengatur hubungan hukum antarberbagai bangsa di berbagai negara.
8.
Menurut Rebecca M Wallace
Hukum
Internasional merupakan peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur
tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai
kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan
individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.
9. Menurut
Sam Suhaedi
Hukum Internasional adalah himpunan aturan, norma, dan
asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
10.
Menurut Prof. Ivan
Anthony Shearer ( Ivan A. Shearer )
Hukum internasional
adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur tentang
prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus di patuhi oleh negara-negara
(subjek hukum internasional) dan hubungannya satu sama lain.
11.
Menurut Lassa
Francis Lawrence Oppenheim (
Oppenheim )
Membedakan hukum
internasional menjadi dua:
1. Hukum Perdata
Internasional (Private International
Law), Yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara
warga negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar
bangsa), Misalkan: Hukum sewa menyewa, mengurus kekayaan di negara lain.
2.
Hukum publik internasional (Public International Law), Yaitu hukum internasional yang
mengatur negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional
(hukum antar bangsa), misalkan: Hukum diplomatik dan konsuler, hukum perang,
hukum damai.
B. Macam – Macam Hukum
Internasional
1.
Hukum internasional perdata merupakan
keseluruhan kaidah – kaidah dan asas– asas hukum yang mengatur hubungan perdata
yng melintasi batas – batas negara .
2.
Hukum internasional publik merupakan
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dan negara
lain dalam hubungan internasional.
C. Sejarah yang Melatarbelakangi Hukum
Internasional
1.
Hukum internasional pada zaman kuno
Pada zaman yunani kuno dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Pada zaman yunani kuno
Sudah lahir para ahli-ahli pikir seperti scorates, plato, dan aristoteles
yang mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah , masyarakat,individu.
Walaupun lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami
oleh bangsa dengan bahasa yang sama, dan hubungan mereka lebih diatur oleh
ketentuan-ketentuan yang kemudian bernama hukum internasional.
2) Pada zaman romawi
Berbeda dengan zaman yunani kuno, yaitu hubungan internasionalsudah
ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti yang sebenarnya. Negara romawi
membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-perjanjian persahabatan,
persekutuan, dan perdamaian. Pada abad ke-15 dan 16 city-states di
Italiamengembangkan prektik pengiriman duta-duta besar reside ke kota
masing-masing yang berakibat dibuatnya prinsip-prinsip hukum mengatur hubungan
diplomatik antara mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan
stafnya.
Pada abad ke-16 dan 17baru berkembang setelah lahirnya negara-negara dengan
sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat
banyak dipemgaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di eropa yang dapat
dibagi atas dua aliran utama, yaitu :
1)
Golongan Naturalis : Prinsip-prinsip hukum
dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa yang dapat
ditemui dengan akal sehat. Golongan naturalis yang merumuskan prinsip-prinsip
atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran tuhan.
2)
Golongan positivis : Hukum yang mengatur
hubungan antar negara dalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan
atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan
bersama antaranegara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan
kebiasaan-kebiasaan internasional.
Pada abad ke-19, ada beberapa faktor hukum internasional berkembangan
berkembang dengan cepat:
Ø
Negara-negara
Eropa sesudah Kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip
hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain,
Ø
Banyak dibuat
perjanjian-perjanjian (law-making treaties) seperti bidang perang dan
netralitas, peradilan, dan arbitrasi,
Ø
Berkembangannya
perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan-ketentuan
hukum yang baru.
Di paruh kedua abad ke-20, ada beberapa faktor-faktor penyebabnya hukum
internasional mengalami perkembangan yang sangat pesatantara lain sebagai
berikut:
Ø
Banyaknya
negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya
hubungan antar negara,
Ø
Kemajuan
pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya
ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerja sama antarnegara di berbagai
bidang,
Ø
Banyaknya
perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral,
regional maupun bersifat global,
Ø
Bermunculannya
organisasi-organisasi internasional seperti PBB yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru
dala berbagai bidang.
Sudah merupakan ketentuan alam bahwa di saat individu-individu menagtur
kehidupan mereka dalam suatu masyarakat, mereka segera merasa perlu untuk
membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungannya satu sama lain.
2.
Hukum internasional pada zaman LBB (Liga
Bangsa-bangsa)
Pada tahun 1919 tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia I, sebagai
organisasi internasional yang bergerak dalam ruang lingkup dan tujuan global,
yakni mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia, secara tersimpul
dapat pula dipandang sbagai usaha-usaha untuk kembali mengatur masyarakat
internasional berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
internasional. Pada tahun 1921, sebagai salah satu organ dari liga
bangsa-bangsa serta badan penyelesaiansengketa lain yang sudah ada sebelumnya,
dapat diartikan bahwa masyarakat internasional masih percaya dan hormat pada
hukum internasional dalam mengatur hubungan-hubungan internasional.
Pada hakekatnya, berdirinya organisasi-organisasi internasionaladalah
sebagai perwujudkan dari kerjasama internasional antara negara-negara untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain, organisasi internasional
berfungsi sebagai sarana kerjasama internasional yang dilembagakan.
Perundingan-perudingan bilateral maupun konperensi-konperensi internasional
multilateral tetap merupakan jalur yang diandalkan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan.
Peristiwa lainnya yang juga patut dicatat dalam sejarah perkembangan hukum
internasional di Den Haag (Belanda) pada tahun 1930 yang diprakarsai oleh Liga
Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan namanya, konperensi Den Haag 1930 ini berusaha
untuk mengkondifikasikan pelbagai bidang hukum internasional. Konperensi ini
telah menghasilkan beberapa konvensi internasional yang sangat bararti bagi
pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional pada kurun waktu tersebut,
seperti Konvensi tentang Wesel, Cek, dan Aksep, Konvensi tentang Orang-Orang
yang berdwikewarganegaraan dan Tanpa Kewarganegaraan. Stabilitas masyarakat
internasional pada masa setelah Perang Dunia I atau pada masa hidupnya Liga
Bangsa-Bangsa ternyata tidak berumur panjang. Perang Dunia II yang meletus pada
tahun 1939 dan diperluas dengan Perang Asia Timur Raya yang meletus ketika
Jepang membom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbour di Hawaii
pada tanggal 7 Desember 1941, merupakan peristiwa yang kedua kalinya
memporak-porandakan struktur masyarakat internasional yang sebenarnya sudah
mulai mapan. Meletusnya Perang Dunia II pada sisi lain dapat dipandang sebagai
kegagalan dari Liga Bangsa-Bangsa dalam usahanya mewujudkan ketertiban,
keamanan, dan perdamaian dunia.
3.
Hukum internasional pada zaman PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka setelah berakhinya Perang Dunia II
pada tahun 1945, dibentuklah Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations)
yang secara resmi berdiri pada tanggal 24 oktober 1945 yang maksud dan
tujuannya tidak jauh berbeda dengan Liga Bangsa-Bangsa.
D.
Asas –
Asas Hukum Internasional
1. Asas Persamaan Derajat, yang menyatakan bahwa semua negara
adalah sama derajatnya, baik negara kecil atau besar memiliki hak dan kewajiban
yang sama dalam hubungan internasional. Secara formal negara-negara di dunia
derajatnya sama, tetapi secara faktual dan substansial masih terjadi
ketidaksamaan derajat, terutama dalam bidang ekonomi.
2. Asas Teritorial Asas, ini didasarkan pada kekuasaan negara
atas daerahnya. Negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
yang ada di wilayahnya, tetapi terhadap semua orang dan semua barang yang
berada di luar wilayahnya berlaku hukum asing (internasional).
3. Asas Kebangsaan, Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara
terhadap warga negaranya. Setiap warga negara, dimanapun berada tetap
mendapatkan perlakuan hukum dan negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan
ekstrateritorial, artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku bagi warga
negaranya walaupun berada di negara asing.
4. Asas Kepentingan Umum, Asas ini didasarkan pada wewenang
negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kaitannya dengan hal ini negara dapat menyesuaikan din dengan semua keadaan dan
peristiwa yang berhubungan dengan kepentingan. Hukum tidak terikat pada
batas-batas wilayah suatu negara.
5. Asas Keterbukaan, Dalam hubungan antar bangsa yang
berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya kesediaan masing-masing pihak
untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan, sehingga
masing-masing pihak mengetahui secara jelas tentang manfaat, hak, dan kewajiban
dalam menjalin hubungan internasional.
6. Asas Equality, yaitu asas persamaan derajat di antara negara
yang menjalin hubungan.
7. Asas Courtesy, yaitu adanya saling menghormati antar negara
yang mengadakan hubungan.
8. Asas Reciprocity, yaitu adanya hubungan timbal balik dan
saling menguntungkan antar negara yang mengadakan hubungan.
9. Pacta Sunt Servanda, yaitu harus adanya kejujuran antar pihak
dalam menaati perjanjian yang disepakati.
E. Sumber – Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional
merupakan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. Pada dasarnya, sumber
hukum internasional terbagi menjadi dua sebagai berikut.
a. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum
formal dalam hukum internasional ditegaskan dalam Statuta Mahkamah
Internasional pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah
dalam mengadili perkara sebagai berikut.
1)
Perjanjian Internasional
Perjanjian
internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum
internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law making
treaty maupun
yang berbentuk treaty contract. Law making
treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum
internasional yang berlaku umum. Misalnya, Konvensi Wina tahun 1961 tentang
Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler.
Adapun treaty contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional
yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut.
yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut.
Perjanjian
internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif karena
lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur pula
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum
internasional (antarnegara). Dalam membuat suatu perjanjian internasional, hal
yang paling penting adalah adanya kesadaran
tiap-tiap pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.
tiap-tiap pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.
2) Kebiasaan
Internasional
Kebiasaan
internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti dalam
praktik umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari
negara-negara lain dan ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi
kapalkapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindari
tabrakan.
3) Prinsip
Hukum Umum
Yang
dimaksud prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah prinsip-prinsip hukum yang
mendasari sistem hukum modern, yang meliputi semua prinsip hukum umum dari
semua sistem hukum nasional yang bisa diterapkan pada hubungan internasional.
Dengan adanya prinsip hukum umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk membentuk dan menemukan hukum baru. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Internasional untuk menyatakan nonliquet atau menolak mengadili karena tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
Dengan adanya prinsip hukum umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk membentuk dan menemukan hukum baru. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Internasional untuk menyatakan nonliquet atau menolak mengadili karena tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
4) Keputusan
Pengadilan
Keputusan
pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional menurut Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan dalam arti
luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk
di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan di sini
adalah Mahkamah Internasional Permanen, Mahkamah Internasional, dan MahkamahArbitrase Permanen.
Keputusan
pengadilan nasional yang berkaitan dengan persoalan yang menyangkut hubungan
internasional dapat dijadikan sebagai bukti dari telah diterimanya hukum
internasional oleh pengadilan nasional di negara yang bersangkutan. Selain itu,
keputusan pengadilan nasional di berbagai negara mengenai hal yang serupa dapat
dijadikan bukti dari apa yang telah diterima sebagai hukum. Hal ini sangat
memengaruhi perkembangan hukum kebiasaan internasional. Perlu Anda pahami bahwa
putusan badan-badan penyelesaian sengketa seperti putusan badan peradilan dan
putusan badan arbitrase lazim disebut sebagai yurisprudensi.
5) Pendapat
Para Sarjana Terkemuka di Dunia
Pendapat
para sarjana terkemuka di dunia dapat dijadikan pegangan atau pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional, terlebih bagi sarjana yang
bertindak dalam suatu fungsi yang secara langsung berkaitan dengan upaya
penyelesaian persoalan hukum internasional. Pendapat tersebut misalnya sebagai
berikut.
1) Para
sarjana terkemuka yang menjadi Panitia Ahli Hukum (Committe of Jurists) yang
diangkat oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 untuk memberi pendapatnya
mengenai masalah Kepulauan Aaland.
2) Para
sarjana hukum terkemuka yang menjadi anggota Panitia Hukum Internasional (International Law Commission)
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3) Para
sarjana hukum internasional terkemuka di bidang kodifikasi dan pengembangan
hukum internasional yang dilakukan di bawah naungan organisasi bukan pemerintah
(swasta) seperti International Law Association, Institute de
Droit Internationaldan banyak usaha serupa lainnya.
b. Sumber Hukum Material
Sumber hukum
material adalah sumber hukum yang membahas materi dasar tentang substansi dari
pembuatan hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan
hukum internasional yang berlaku. Dalam pengertian ini, contoh sumber hukum
material adalah prinsip bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan
kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Korban perang harus diperlakukan secara
manusiawi dan setiap perjanjian harus ditepati dengan penuh kejujuran (pacta sunt servanda).Sumber
hukum material juga dapat diartikan sebagai dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional.
F. Subyek – Subyek Hukum Internasional
1.
Negara
Negara dinyatakan sebagai subjek hukum
internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama
melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan
masayarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang
harus ditaati oleh negara apabilamereka saling mengadakan hubungan. Adapun
negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka,
berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatunegara, artinya negara yang
mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap
warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
2.
Tahta Suci
(Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain.
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain.
3.
Palang Merah
Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
4.
Organisasi
Internasional
Organisasi internasional dibagi menjadi sebagai berikut.
Organisasi internasional dibagi menjadi sebagai berikut.
a. Organisasi Internasional Publik atau
Antarpemerintah (Intergovernmental Organization)
Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah sebagai berikut.
Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah sebagai berikut.
(1) Prinsip Universitas (University)
Prinsip ini dianut PBB termasuk badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau kecilnya suatu negara.
Prinsip ini dianut PBB termasuk badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau kecilnya suatu negara.
(2) Prinsip
Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity)
Prinsip kedekatan wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
Prinsip kedekatan wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
(3) Prinsip
Selektivitas (Selectivity)
Prinsip selektivitas melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen. Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan sebagainya.
Prinsip selektivitas melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen. Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan sebagainya.
b.
Organisasi Internasional Privat (Private International Organization)
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen, faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization)atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen, faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization)atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
c.
Organisasi Regional atau Subregional
Pembentukan organisasi regiona maupun subregional, anggotanya didsarkan atas prinsip kedekatan wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation, gulf Cooperation Council,dan lain-lain.
Pembentukan organisasi regiona maupun subregional, anggotanya didsarkan atas prinsip kedekatan wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation, gulf Cooperation Council,dan lain-lain.
d.
Organisasi yang bersifat universal
Organisasi yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa memandang besar kecilnya suatu negara.
Organisasi yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa memandang besar kecilnya suatu negara.
5. Orang Perorangan (Individu)
Setiap individu menjadi subjek hukum internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
Setiap individu menjadi subjek hukum internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu.
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu.
a) Menentukan
nasibnya sendiri,
b) Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
c) Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
b) Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
c) Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
G. Teori/Aliran Hubungan Internasional
1.
Teori Hukum Alam
Menurut para penganut ajaran hukum alam,
dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional karena hukum internasional
tersebut merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi, yaitu hukum alam.
Ajaran hukum alam telah berhasil menimbulkan keseganan terhadap hukum internasional
dan telah meletakkan dasar moral dan etika yang berharga bagi hukum internasional,
juga bagi perkembangan selanjutnya.
2.
Teori
Kedaulatan
Menurut aliran teori kedaulatan, dasar
kekuatan mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu sendiri untuk
tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori kedaulatan antara lainHegel dan George Jellineck dari Jerman.
tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori kedaulatan antara lainHegel dan George Jellineck dari Jerman.
3.
Teori
Objektivis
Menurut aliran teori objektivis, dasar
kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah suatu norma hukum, bukan kehendak
negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal dengan nama mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan
segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar (grundnorm). Tokoh mazhab Wiena
adalah Hans Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai
bapak mazhab Wiena.
4.
Teori
Fakta Kemasyarakatan
Menurut teori ini dasar kekuatan mengikatnya
hukum internasional adalah fakta kemasyarakatan yang terdiri atas faktor
biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Hal ini didasarkan atas sifat
alami manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat atau naluri untuk
selalu bergabung dengan manusia yang lain.