Social Icons

Jumat, 19 April 2013

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


A. Pengertian Hukum Internasional Menurut Pakar

       1.      Menurut Hugo de Groot ( Grotius )
Hukum Internasional adalah hukum yang membahas kebiasaan-kebiasaan (custom) Yang diikuti Negara pada zamannya.
       2.      Menurut J.G Starke
Hukum Internasional adalah Kumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.
       3.      Menurut Brierly
Hukum Internasional adalah Sekumpulan aturan dan asas untuk berbuat sesuatu yang mengikat Negara-negara beradab di dalam hubungan mereka dengan jalan yang lain.
       4.      Menurut Hackwort
Hukum Internasional adalah Sekumpulan aturan yang mengatur hubungan diantara Negara-negara
       5.      Menurut Mochtar Kusumaatmadja
Hukum Internasional adalah Keseluruhan kaidah dan asa yang mengatur  hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara, yaitu antara: a. Negara antar Negara b. Negara dan lembaga atau organisasi internasional
      6.      Menurut Ransisco Suares
Hukum Internasional adalah Hukum yang berlaku untuk seluruh manusia atas dasar hukum manusia demi kesejahteraan bersama.
      7.      Menurut Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antarberbagai bangsa di berbagai negara.
      8.      Menurut Rebecca M Wallace
Hukum Internasional merupakan peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.
       9.      Menurut Sam Suhaedi
Hukum Internasional adalah himpunan aturan, norma, dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
      10.  Menurut Prof. Ivan Anthony Shearer ( Ivan A. Shearer )
Hukum internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur tentang prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus di patuhi oleh negara-negara (subjek hukum internasional) dan hubungannya satu sama lain.
       11.  Menurut Lassa Francis Lawrence Oppenheim ( Oppenheim )
Membedakan hukum internasional menjadi dua:
1.      Hukum Perdata Internasional (Private International Law), Yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa), Misalkan: Hukum sewa menyewa, mengurus kekayaan di negara lain.
2.      Hukum publik internasional (Public International Law), Yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar bangsa), misalkan: Hukum diplomatik dan konsuler, hukum perang, hukum damai.

B. Macam – Macam Hukum Internasional
      1.      Hukum internasional perdata merupakan keseluruhan kaidah – kaidah dan asas– asas hukum yang mengatur hubungan perdata yng melintasi batas – batas negara .
       2.      Hukum internasional publik merupakan keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dan negara lain dalam hubungan internasional.

C.   Sejarah yang Melatarbelakangi Hukum Internasional
1.      Hukum internasional pada zaman kuno
Pada zaman yunani kuno dibagi menjadi 2 yaitu:
1)     Pada zaman yunani kuno
Sudah lahir para ahli-ahli pikir seperti scorates, plato, dan aristoteles yang mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah , masyarakat,individu. Walaupun lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami oleh bangsa dengan bahasa yang sama, dan hubungan mereka lebih diatur oleh ketentuan-ketentuan yang kemudian bernama hukum internasional.
2)     Pada zaman romawi
Berbeda dengan zaman yunani kuno, yaitu hubungan internasionalsudah ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti yang sebenarnya. Negara romawi membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, persekutuan, dan perdamaian. Pada abad ke-15 dan 16 city-states di Italiamengembangkan prektik pengiriman duta-duta besar reside ke kota masing-masing yang berakibat dibuatnya prinsip-prinsip hukum mengatur hubungan diplomatik antara mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan stafnya.
Pada abad ke-16 dan 17baru berkembang setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat banyak dipemgaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di eropa yang dapat dibagi atas dua aliran utama, yaitu :
1)     Golongan Naturalis : Prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa yang dapat ditemui dengan akal sehat. Golongan naturalis yang merumuskan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran tuhan.
2)     Golongan positivis : Hukum yang mengatur hubungan antar negara dalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antaranegara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.
Pada abad ke-19, ada beberapa faktor hukum internasional berkembangan berkembang dengan cepat:
Ø  Negara-negara Eropa sesudah Kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu memakai prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain,
Ø  Banyak dibuat perjanjian-perjanjian (law-making treaties) seperti bidang perang dan netralitas, peradilan, dan arbitrasi,
Ø  Berkembangannya perundingan-perundingan multilateral yang sering melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang baru.
Di paruh kedua abad ke-20, ada beberapa faktor-faktor penyebabnya hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesatantara lain sebagai berikut:
Ø  Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara,
Ø  Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerja sama antarnegara di berbagai bidang,
Ø  Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,
Ø  Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dala berbagai bidang.
Sudah merupakan ketentuan alam bahwa di saat individu-individu menagtur kehidupan mereka dalam suatu masyarakat, mereka segera merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungannya satu sama lain.
2.      Hukum internasional pada zaman LBB (Liga Bangsa-bangsa)
Pada tahun 1919 tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia I, sebagai organisasi internasional yang bergerak dalam ruang lingkup dan tujuan global, yakni mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia, secara tersimpul dapat pula dipandang sbagai usaha-usaha untuk kembali mengatur masyarakat internasional berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. Pada tahun 1921, sebagai salah satu organ dari liga bangsa-bangsa serta badan penyelesaiansengketa lain yang sudah ada sebelumnya, dapat diartikan bahwa masyarakat internasional masih percaya dan hormat pada hukum internasional dalam mengatur hubungan-hubungan internasional.
Pada hakekatnya, berdirinya organisasi-organisasi internasionaladalah sebagai perwujudkan dari kerjasama internasional antara negara-negara untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain, organisasi internasional berfungsi sebagai sarana kerjasama internasional yang dilembagakan. Perundingan-perudingan bilateral maupun konperensi-konperensi internasional multilateral tetap merupakan jalur yang diandalkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Peristiwa lainnya yang juga patut dicatat dalam sejarah perkembangan hukum internasional di Den Haag (Belanda) pada tahun 1930 yang diprakarsai oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan namanya, konperensi Den Haag 1930 ini berusaha untuk mengkondifikasikan pelbagai bidang hukum internasional. Konperensi ini telah menghasilkan beberapa konvensi internasional yang sangat bararti bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional pada kurun waktu tersebut, seperti Konvensi tentang Wesel, Cek, dan Aksep, Konvensi tentang Orang-Orang yang berdwikewarganegaraan dan Tanpa Kewarganegaraan. Stabilitas masyarakat internasional pada masa setelah Perang Dunia I atau pada masa hidupnya Liga Bangsa-Bangsa ternyata tidak berumur panjang. Perang Dunia II yang meletus pada tahun 1939 dan diperluas dengan Perang Asia Timur Raya yang meletus ketika Jepang membom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat, Pearl Harbour di Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941, merupakan peristiwa yang kedua kalinya memporak-porandakan struktur masyarakat internasional yang sebenarnya sudah mulai mapan. Meletusnya Perang Dunia II pada sisi lain dapat dipandang sebagai kegagalan dari Liga Bangsa-Bangsa dalam usahanya mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia.
3.      Hukum internasional pada zaman PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka setelah berakhinya Perang Dunia II pada tahun 1945, dibentuklah Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations) yang secara resmi berdiri pada tanggal 24 oktober 1945 yang maksud dan tujuannya tidak jauh berbeda dengan Liga Bangsa-Bangsa.

D.            Asas – Asas Hukum Internasional
1.    Asas Persamaan Derajat, yang menyatakan bahwa semua negara adalah sama derajatnya, baik negara kecil atau besar memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hubungan internasional. Secara formal negara-negara di dunia derajatnya sama, tetapi secara faktual dan substansial masih terjadi ketidaksamaan derajat, terutama dalam bidang ekonomi.
2.    Asas Teritorial Asas, ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya, tetapi terhadap semua orang dan semua barang yang berada di luar wilayahnya berlaku hukum asing (internasional).
3.    Asas Kebangsaan, Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara terhadap warga negaranya. Setiap warga negara, dimanapun berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dan negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku bagi warga negaranya walaupun berada di negara asing.
4.    Asas Kepentingan Umum, Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Kaitannya dengan hal ini negara dapat menyesuaikan din dengan semua keadaan dan peristiwa yang berhubungan dengan kepentingan. Hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
5.    Asas Keterbukaan, Dalam hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya kesediaan masing-masing pihak untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan, sehingga masing-masing pihak mengetahui secara jelas tentang manfaat, hak, dan kewajiban dalam menjalin hubungan internasional.
6.    Asas Equality, yaitu asas persamaan derajat di antara negara yang menjalin hubungan.
7.    Asas Courtesy, yaitu adanya saling menghormati antar negara yang mengadakan hubungan.
8.    Asas Reciprocity, yaitu adanya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antar negara yang mengadakan hubungan.
9.    Pacta Sunt Servanda, yaitu harus adanya kejujuran antar pihak dalam menaati perjanjian yang disepakati.

E.  Sumber – Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum internasional merupakan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. Pada dasarnya, sumber hukum internasional terbagi menjadi dua sebagai berikut.

a. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal dalam hukum internasional ditegaskan dalam Statuta Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara sebagai berikut.

1) Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law making treaty maupun yang berbentuk treaty contract. Law making treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Misalnya, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. Adapun treaty contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional
yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut.
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur pula hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). Dalam membuat suatu perjanjian internasional, hal yang paling penting adalah adanya kesadaran
tiap-tiap pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.

2) Kebiasaan Internasional

Kebiasaan internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari negara-negara lain dan ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi kapalkapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindari tabrakan.

3) Prinsip Hukum Umum

Yang dimaksud prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah prinsip-prinsip hukum yang mendasari sistem hukum modern, yang meliputi semua prinsip hukum umum dari semua sistem hukum nasional yang bisa diterapkan pada hubungan internasional.
Dengan adanya prinsip hukum umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk membentuk dan menemukan hukum baru. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Internasional untuk menyatakan nonliquet atau menolak mengadili karena tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.

4) Keputusan Pengadilan

Keputusan pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional menurut Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan dalam arti luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan di sini adalah Mahkamah Internasional Permanen, Mahkamah Internasional, dan MahkamahArbitrase Permanen.
Keputusan pengadilan nasional yang berkaitan dengan persoalan yang menyangkut hubungan internasional dapat dijadikan sebagai bukti dari telah diterimanya hukum internasional oleh pengadilan nasional di negara yang bersangkutan. Selain itu, keputusan pengadilan nasional di berbagai negara mengenai hal yang serupa dapat dijadikan bukti dari apa yang telah diterima sebagai hukum. Hal ini sangat memengaruhi perkembangan hukum kebiasaan internasional. Perlu Anda pahami bahwa putusan badan-badan penyelesaian sengketa seperti putusan badan peradilan dan putusan badan arbitrase lazim disebut sebagai yurisprudensi.

5) Pendapat Para Sarjana Terkemuka di Dunia

Pendapat para sarjana terkemuka di dunia dapat dijadikan pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional, terlebih bagi sarjana yang bertindak dalam suatu fungsi yang secara langsung berkaitan dengan upaya penyelesaian persoalan hukum internasional. Pendapat tersebut misalnya sebagai berikut.
1) Para sarjana terkemuka yang menjadi Panitia Ahli Hukum (Committe of Jurists) yang diangkat oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 untuk memberi pendapatnya mengenai masalah Kepulauan Aaland.
2) Para sarjana hukum terkemuka yang menjadi anggota Panitia Hukum Internasional (International Law Commission) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3) Para sarjana hukum internasional terkemuka di bidang kodifikasi dan pengembangan hukum internasional yang dilakukan di bawah naungan organisasi bukan pemerintah (swasta) seperti International Law Association, Institute de Droit Internationaldan banyak usaha serupa lainnya.

b. Sumber Hukum Material

Sumber hukum material adalah sumber hukum yang membahas materi dasar tentang substansi dari pembuatan hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum internasional yang berlaku. Dalam pengertian ini, contoh sumber hukum material adalah prinsip bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Korban perang harus diperlakukan secara manusiawi dan setiap perjanjian harus ditepati dengan penuh kejujuran (pacta sunt servanda).Sumber hukum material juga dapat diartikan sebagai dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.

F.   Subyek – Subyek Hukum Internasional
1.     Negara
Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabilamereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatunegara, artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
2.     Tahta Suci (Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain.
3.     Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
4.     Organisasi Internasional
Organisasi internasional dibagi menjadi sebagai berikut.
a. Organisasi Internasional Publik atau Antarpemerintah (Intergovernmental Organization)
Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah sebagai berikut.
(1)   Prinsip Universitas (University)
Prinsip ini dianut PBB termasuk badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau kecilnya suatu negara.
(2)   Prinsip Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity)
Prinsip kedekatan wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
(3)   Prinsip Selektivitas (Selectivity)
Prinsip selektivitas melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen. Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan sebagainya.
b. Organisasi Internasional Privat (Private International Organization)
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen, faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization)atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
c. Organisasi Regional atau Subregional
Pembentukan organisasi regiona maupun subregional, anggotanya didsarkan atas prinsip kedekatan wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation, gulf Cooperation Council,dan lain-lain.
d. Organisasi yang bersifat universal
Organisasi yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa memandang besar kecilnya suatu negara.
5.   Orang Perorangan (Individu)
Setiap individu menjadi subjek hukum internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
6.   Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu.
a)      Menentukan nasibnya sendiri,
b)      Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
c)      Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.

G.  Teori/Aliran Hubungan Internasional
1.      Teori Hukum Alam
Menurut para penganut ajaran hukum alam, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional karena hukum internasional tersebut merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi, yaitu hukum alam. Ajaran hukum alam telah berhasil menimbulkan keseganan terhadap hukum internasional dan telah meletakkan dasar moral dan etika yang berharga bagi hukum internasional, juga bagi perkembangan selanjutnya.
2.     Teori Kedaulatan
Menurut aliran teori kedaulatan, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu sendiri untuk
tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori kedaulatan antara lainHegel dan George Jellineck dari Jerman.


3.     Teori Objektivis
Menurut aliran teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah suatu norma hukum, bukan kehendak negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal dengan nama mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar (grundnorm). Tokoh mazhab Wiena adalah Hans Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai bapak mazhab Wiena.
4.     Teori Fakta Kemasyarakatan
Menurut teori ini dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah fakta kemasyarakatan yang terdiri atas faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Hal ini didasarkan atas sifat alami manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat atau naluri untuk selalu bergabung dengan manusia yang lain.
Read More..